A. Pendahuluan
Kejadian trauma merupakan kejadian
yang berbahaya, berebihan, dan mendesak ditandai dengan kekuatan yang ekstrim
atau mendesak. Kejadian traumatis mengandung 3 elemen yang penting yaitu
kejadian tersebut tidak dapat diprediksikan kapan akan terjadi, individu yang
mengalami kejadian tidak siap dihadapkan dengan kejadian tersebut, dan terakhir
adalah tidak adanya tindakan yang dapat dilakukan oleh individu untuk mencegah
kejadian tersebut.
Kejadian traumatis dapat menimbulkan
stress yang sangat besar dan menghambat kemampuan seseorang mengatasinya.
Kejadian traumatis menghasilkan perubahan mendalam dan berjangka waktu lama
pada segi fisik, emosi, kognisi, dan memori. Reaksi traumatis ini dapat terjadi
apabila tindakan apapun tidak mungkin dilakukan oleh individu. Seseorang yang
mengalami kejadian traumatis mungkin mengalami emosi yang intens tanpa disertai
memori yang jelas tentang kejadian tersebut. Kemungkinan lainnya orang tersebut
mengingat segalanya tanpa emosi. Gejala lain adalah orang tersebut akan sangat
mudah dan tersinggung tanpa sebab.
Dewasa ini banyak terjadi kejadian
seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus dan banjir. Kejadian tersebut
menimbulkan banyak korban baik harta atau jiwa umumnya menimbulkan suatu trauma
psikologis yang berat baik bagi korban atau keluarga. Selain bencana yang
terjadi, berbagai penyakit berat yang dialami individu pun kini bermunculan
seperti kanker, rheumatoid arthritis, jantung, diabetes, renal failure,
multiple sclerosis, AIDS dan penyakit lain yang mengancam jiwa. Kejadian
tersebut merupakan bentuk dari kejadian traumatis. Trauma yang dialami dari
kejadian tersebut merupakan faktor stresor yang berat. Apabila orang tersebut
tidak dapat mengatasinya, akan dapat menyebabkan suatu kejadian Ganggu Stres
Pasca Trauma atau Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD).
Di Amerika di perkirakan prevalensi
penduduk yang menderita PTSD berkisar1 sampai 14% dari populasi yang ada. Data
lain berdasarkan survey yang di lakukan oleh universitas syiah kuala, International Organization for Migration
(IOM) dan universitas harvard pada september 2006 di temukan penduduk yang
menderita depresi mencapai 65%, 69% mengalami gejala kecemasan dan 34%
mengalami PTSD. Survey berikutnya pada tahun 2007, sekitar 3 tahun
setelah tsunami di 14 kabupaten di aceh
di temukan sebanyak 35% menderita depresi, 10% menderita PTSD dan 39% mengalami
gejala kecemasan. PERSI (2008) menyebutkan bahwa di perkirakan sekitar 50%
penduduk di daerah bencana mengalami stess psikologis bermakna. Sebanyak 10-30%
dari mereka yang mengalami kejadian traumatik akan menderita PTSD.
Penderita PTSD akan mempunyai
gambaran berupa perasaan cemas berlebihan dan ketakutan apabila teringat atau
melewati tempat kejadia itu terjadi. Perasaan tersebut biasanya disertai dengan
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom dan kewaspadaan yang berlebih. Dalam
kejadian-kejadian traumatis, sering kali tanda-tanda,suara,bau dan hal-hal lain
terhubung dengan kesadaran dan ketidasadaran serta respon tubuh sebagai memori
tentang peristiwa tersebut. Hal-hal ini menjadi pemicu yang mengakibatkan
terjadinya reaksi yang intensitasnya sama dengan kondisi aslinya dulu. Sejumlah
memori dapat diingat individu dengan sangat jelas, tapi beberapa aspek mungkin
hilang atau tidak dapat diingat lagi.
Dalam mendiagnosa PTSD yang
terpenting adalah trauma fisik atau psikologis sebagai faktor stesornya.
Gangguan yang dialami individu yang menderita PTSD dapat membawa dampak negatif
pada aspek kehidupanya. Sehingga penanganan PTSD harus tepat dan diperhatikan
secara serius karena penanggananya tidak hanya pada keluhan fisik saja,
melainkan juga padapsikologisnya. Hal tersebut bertujuan untuk membantu
penderita melupakan kejadian tersebut dan dapat melanjutkan kehidupanya.
Sehingga diharapkan penderita PTSD dapat sembuh baik fisik maupun kejiwaan.
B. Definisi
PTSD didefinisikan oleh Nanda (2005)
sebagai respon maladaptif yang terus menerus akibat peristiwa traumatis secara
berlebihan. Menurut Stuart dan Laria (2005) PTSD adalah suatu sindrom yang
dialami oleh seseorang yang mengalami kejadian traumatis dan individu tersebut
tidak mampu menghilangkan ingatan akan kejadian tersebut dari pikiranya.
Sedangkan National Institute of Mental Health (NIMH) (2008) mendefinisikan PTSD
sebagai gangguan kecemasan yang dialami oleh individu yang melihat atau mengalami
kejadian yang berbahaya. PTSD adalah suatu kondisi yang ditandai dengan
berkembangnya serangkaian gejala khas suatu kejadian traumatis, termasuk gejala
pikiran dan ingatan yang mengganggu (intrusif), penghindaran kenangan akan
traumanya, pengumpulan emosi dan sangat sensitif (hyper arousal).
C. Jenis PTSD
PTSD adalah konsekuensi jangka
panjang dari trauma dimana gejalanya bertahan lebih dari satu bulan. Terdapat 3
jenis PTSD, yaitu:
1. PTSD akut terjadi jika tanda dan gejalanya
berakhir dalam waktu 1-3 bulan.
2. PTSD kronik terjadi jika tanda dan gejalanya
berlangsung lebih dari 3 bulan.
3. PTSD with delayed onset terjadi jika
tanda dan gejalanya baru muncul minimal 6 bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah kejadian traumatik terjadi.
Beberapa kejadian traumatis yang
dapat memicu terjadinya PTSD antara lain:
1.
Trauma
yang disebabkan karena pengalaman masa lalu terkait masa anak-anak seperti
menjadi korban kekerasan seksual, perpindahan dengan orang tua pada usia dini,
perceraian, bahkan kemiskinan.
2. Trauma yang
disebabkan oleh bencana seperti bencana alam (gempa bumi, banjir, angin topan), kecelakaan, kebakaran,
menyaksikan kecelakaan atau bunuh diri, kematian anggota keluarga atau sahabat
secara mendadak, mengidap penyakit yang mematikan (AIDS, kanker).
3. Trauma yang disebabkan individu
menjadi korban dari interperpersonal attack seperti korban dari
penyimpangan atau pelecehan seksual, penyerangan atau penyiksaan fisik,
peristiwa kriminal (perampokan dengan kekerasan), penculikan, menyaksikan
peristiwa penembakan atau tertembak oleh orang lain.
4. Trauma yang terjadi akibat atau konflik
bersenjata seperti tentara yang mengalami kondisi perang, warga sipil yang
menjadi korban perang atau yang diserang, korban terorisme atau yang diserang,
korban terorisme atau pengeboman, korban penyiksaan (tawanan perang), sandera,
orang yang menyaksikan atau mengalami kekerasan.
5. Trauma yang disebabkan oleh
penyakit berat yang diderita individu seperti kanker, rheumatoid arthritis,
jantung, diabetes, renal failure, multiple sclerosis, AIDS dan penyakit
lain yang mengancam jiwa penderitanya.
E. Faktor
Risiko
Terdapat banyak faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya PTSD dan ada pula faktor resilence yang mampu
mengurangi risiko terjadinya PTSD. Kedua faktor ini sudah ada sebelum individu
mengalami trauma dan menjadi penting selama dan sesudah terjadinya trauma.
Adapun faktor risiko terjadinya PTSD adalah sebagai berikut :
1. Jenis kelamin. Perempuan memiliki risiko lebih
besar karena rendahnya serotinin, tingginya prevalensi perempuan untukmenjadi
korban kejadian traumatis.
2. Mengalami trauma intens atau trauma jangka
panjang.
3. Memiliki trauma diawal kehidupan.
4. Memiliki masalah kesehatan mental lainnya, seperti kecemasan
atau depresi.
5. Karena tidak memiliki sistem pendukung yang
baik dari keluarga dan teman.
6. Memiliki kerabat dekat dengan masalah kesehatan
mental, termasuk PTSD.
7. Memiliki kerabat dekat dengan depresi.
8. Setelah dilecehkan atau disia-siakan sebagai
seorang anak.
Selain faktor resiko tersebut,
terdapat juga faktor resilence yang merupakan proses dinamis dalam diri
individu dalam mengembangkan kemampuannya untuk menghadapi, mengatasi,
memperkuat dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialaminya pada
situasi sulit agar dapat beradaptasi secara positif. Faktor resilence adalah
mencari dukungan orang lain, memiliki support group setelah kejadian traumatis,
perasaan yang lebih baik terhadap reaksi yang timbul untuk menghadapi bahaya,
memiliki strategi koping yang efektif, dan mampu bertindak dan merespon secara
efektif dari pada merasa ketakutan.
F.
Patofisiologi
PTSD terjadi karena ada proses yang
terjadi di otak. Individu yang mengalami PTSD akan merasakan berbagai perubahan
pada fisiknya. Sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom akan mempengaruhi
oleh kondisi ini. Selain itu terjadi penurunan ukuran dari hipokampus dan amigdala
yang over reaktif. Amigdala dan hipokampus adalah kunci dari memori manusia (Schiraldi,
2009). Amigdala sebagai fear center
dari otak membantu otak dalam membuat hubungan antara situasi yang menimbulkan
ketakutan di masa lalu. Sedangkan hipokampus membantu menciptakan
harapan-harapan terhadap situasi yang akan memberikan reward atau punishment berdasarkan
memori atau pengalaman masa lalu.
Hormon stress pada penderita PTSD
juga tidak normal. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan PTSD memiliki
hormon kortisol yang rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak
mengalami PTSD. Selain itu juga hormon epinefrin dan norepinefrin terjadi
peningkatan. Ketiga hormon tersebut berperan penting dalam menciptakan respon flight or fight terhadap situasi stress.
G. Manifestasi Klinis
Secara umum PTSD ditandai dengan
munculnya beberapa gangguan fisik atau perilaku, gangguan berfikir dan gangguan
emosi. Gangguan yang muncul pada individu tidak sama satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut tergantung dari kemampuan individu untuk mengatasi kejadian
traumatik tersebut. Meskipun demikian, gejala PTSD sendiri biasanya dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :
1.
Merasakan
kembali kejadian traumatik (reexperiencing
symptoms) :
a.
Secara
berkelanjutan memiliki pikiran atau ingatan tidak menyenangkan mengenai
kejadian traumatik.
b.
Mengalami
mimpi buruk yang terus menerus dan berulang.
c.
Bertindak
atau merasakan seakan-akan kejadian traumatik akan terulang kembali (flashback).
d.
Memiliki
perasaan menderita yang kuat ketika teringat kembali kejadian traumatik.
e.
Terjadi
respon fisikal, seperti jantung berdetak kencang atau berkeringat ketika
teringat kejadian traumatik.
2.
Adanya
perilaku menghindar (avoidant symptoms)
a.
Berusaha
keras menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan mengenai kejadian
traumatik.
b.
Berusaha
keras menghindari tempat atau orang-orang yang dapat mengingatkan kembali akan
kejadian traumatik.
c.
Sulit
untuk mengingat kembali bagian penting dari kejadian traumatik.
d.
Kehilangan
ketertarikan atas aktivitas positif penting.
e.
Merasa
jauh atau seperti ada jarak dengan orang lain.
f.
Mengalami
kesulitan untuk merasakan perasaan-perasaan positif, seperti kesenangan, kebahagiaan,
cinta atau kasih sayang.
g.
Merasakan
seakan-akan hidup seperti terputus di tengah-tengah dan tidak berharap lagi
untuk dapat kembali menjalani hidup normal.
3.
Timbulnya
gejala berlebihan (hyper arausal symptoms)
a.
Sulit
tidur disertai gelisah.
b.
Mudah
marah atau meledak-ledak.
c.
Sulit
berkonsentrasi.
d.
Selalu
merasa seperti sedang diawasi (curiga).
e.
Gelisah,
tidak tenang atau menjadi sangat waspada
H. Diagnosis
Seseorang dikatakan menderita PSTD
jika dalam waktu minimal 1 bulan memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.
Mengalami
kejadian traumatis.
2.
Minimal
memiliki 1 tanda re-experiencing symptoms.
3.
Minimal
memiliki 3 tanda avoiding symptoms.
4.
Minimal
memiliki 2 tanda hyper-arousal symptoms.
5.
Tanda
dan gejala yang menyebabkan individu ksulitan dalam menjalani kehidupan sehari-
hari.
Selain itu, kriteria diagnostik PTSD
menurut DSM IV (barlow &Durand, 2006) adalah sebagai berikut:
1.
Temperature
kejadian traumatik, dimana orang mengalami, menyaksikan atau dihadapkan pada
situasi yang melibatkan kematian, ancaman kematian atau cedera serius yang di
dalam responya terhadap kejadian tersebut orang bereaksi dengan ketakutan yang
intens, perasaan tidak berdaya atau kengerian.
2.
Kejadian
traumatic itu secara persisten dialami kembali dengan salah satu cara (atu
lebih) berikut ini:
a.
Ingatan
yang menimbulkan distres yang terjadi berulang- ulang dan persisten termasuk
ingatan tentang berbagai gambaran, pikiran dan presepsi.
b.
Mimpi
tentang kejadian traumatic yang menimbulkan distress dan terjadi berulang-
ulang.
c.
Adanya
perasaan bahwa kejadian traumatik itu berulang lagi, termasuk ilusi, halusinasi
dan kilas balik disosiatif.
d.
Reaksi
fisiologis terhadap stimulus- stimulus yang mengingatkan pada kejadian itu.
3.
Perilaku
menghindar yang persisten terhadap stimuli yang berhubungan dengan trauma dan
pematirasaan responsivitas secara umum
4.
Gejala
arousal yang meningkat yang bersifat persisten seperti sulit tidur,
iritabilitas dan kewaspadaan yang terlalu berlebihan
5.
Distress
atau hendaknya yang dignifikan secara klinis di bidang social, pekerjaan atu
bidang- bidang fungsi penting lainnya.
6.
Lamanya
gangguan berlangsung lebih dari 1 bulan.
I.
Penanganan
Penanganan PTSD menurut
NIMH (2008) adalah psikoterapi dan pengobatan atau kombinasi keduanya.
1.
Psikoterapi
Psikoterapi yang
dilakukan untuk mengatasi PTSD terbagi menjadi 5 pendekatan, yaitu :
a.
Psikoanalitik
terapi dimana terapi berfokus pada konflik alam bawah sadar klien untuk
mempengaruhi kehidupan klien. Terapi ini bertujuan untuk membawa fikiran alam
bawah sadar ke permukaan dan menjadikannya bermakna.
b.
Terapi
perilaku yang berfokus pada kemampuan belajar terhadap perilaku normal dan
abnormal. Salah satu bentuk terapinya adalah cognitive-behavioral theraphy (CBT).
CBT merupakan bentuk psikoterapi yang didasarkan pada teori bahwa tanda dan
gejala fisiologis berhubungan dengan interaksi antara fikiran, perilaku, dan
emosi. CBT berfokus pada masalah, berorientasi pada tujuan dan kesuksesan
dengan masalah disini dan sekarang. Pemberian CBT dan pengobatan dengan anti
ansietas dan anti depresan dalam waktu 6-8 minggu akan membantu mengatasi PTSD
sebanyak 70-90%. Tujuan CBT adalah untuk memodifikasi fungsi berfikir, perasaan,
bertindak, dengan menekan fungsi otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,
berbuat, dan mengambil keputusan kembali. Sehingga diharapkan perilaku negatif
klien berubah menjadi perilaku positif sehingga klien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari seperti biasanya.
c. teerapi kognitif yang lebih
berfokus pada apa yang dipikirkan dari pada apa yang dilakukan. Terapi ini
membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengubah pola berfikir yang
destruktif. Terapi ini akan merubah keyakinan yang irasional yang akan
mempengaruhi emosi dan fungsi individu. Tujuan dari teraopi kognitif adalah
mengidentifikasi pikiran yang terganggu, mempertimbangakan akibatanya, dan
mengadopsi fikiran yang lebih realistis demi terciptanyakondisi emosional yang
seimbang.
d. terapi humanistik yang berfokus
pada kemampuan individu untuk membuat pilihan yang rasional dan
mengembangkannya secara maksimal. Terdapat 3 jenis terapi ini yaitu
client-centered theraphy, gestalt theraphy, dan existensial theraphy.
e. holistik terapi yaitu gabungan
dari beberapa pendekatan dan menyesuaikan kebutuhan klien.
2. pengobatan
Pengobatan pada penderita PTSD
biasanya dilakukan dengan pemberian psikofarmaka seperti Antidepresant,
bezodiazepine, antipsikotik, dan antidepresan lainnya. Antidepresan yang
biasa digunakan adalah golongan selective serotonin reuptake inhibuitor (SSRI).
Terdapat 5 jenis SSRI yang dapat digunakan pada PTSD yaitu zoloft
(sertaline), paxil (peroxetine), prozac (flouzectine), luvoc (fluvoxamine),
dan celexa (citalopram). Obat yang paling efektif dan paling sedikit
yang memberikan efek samping adalah SSRI.
SUMBER :
Widyanto, Faisalado Candra dan Cecep Triwibowo. 2013. Trend Disease (Trend
Penyakit Saat Ini). Jakarta
: Trans Info Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar